MBAHMARDI
changes for improvement

Penyambung Lidah Rakyat (otobiografi Bung Karno) Karya: Cindy Adams

Soekarno (Bung Karno) Presiden Pertama Republik Indonesia, 1945- 1966, menganut ideologi pembangunan ‘berdiri di atas kaki sendiri’. Proklamator yang lahir di Blitar, Jatim, 6 Juni 1901 ini dengan gagah mengejek Amerika Serikat dan negara kapitalis lainnya: “Go to hell with your aid.” Persetan dengan bantuanmu.
Bagi pria yang berasal dari keturunan bangsawan Jawa (Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo, suku Jawa dan ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai, suku Bali), yang ketika kecil bernama Kusno, ini tampaknya tak ada kisah manis bagi negara-negara miskin yang membangun dengan modal dan bantuan asing. Semua tetek bengek manajemen pembangunan yang diperbantukan dan arus teknologi modern yang dialihkan agar si miskin jadi kaya dan mengejar Barat hanyalah alat pengisap kekayaan si miskin yang membuatnya makin terbelakang.
Masa kecil Bung Karno sudah diisi semangat kemandirian. Ia hanya beberapa tahun hidup bersama orang tua di Blitar. Semasa SD hingga tamat, ia tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjut di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu ia pun telah menggembleng jiwa nasio-nalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, ia pindah ke Bandung dan me-lanjutkan ke THS (Technische Hooge-school atau Sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar “Ir” pada 25 Mei 1926.
Kemudian, ia merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Presiden pertama RI itu pun dikenal sebagai orator yang ulung, yang dapat berpidato secara amat berapi-api tentang revolusi nasional, neokolonialis-me dan imperialisme. Ia juga amat percaya pada kekuatan massa, kekuatan rakyat.
Sebagai sosok yang memiliki prinsip tegas, Bung Karno kerap dianggap sebagai tokoh kontroversial. Maka tak heran jika dia memiliki lawan maupun kawan yang berani secara terang-terangan mengritik maupun membela pandangannya. Di mata lawan-lawan politiknya di Tanah Air, ia dianggap mewakili sosok politisi kaum abangan yang “kurang islami”. Mereka bahkan menggolongkannya sebagai gembong kelompok “nasionalis sekuler”.
Buku ini mengungkap bagaimana rakyat dengan berbagai macam golongan Sosial, Agama, dan RAs (SARA), dengan lidah-lidah mereka sendiri berusaha menyuarakan hasrat kehidupan yang selama ini menjadi rapuh dibisukan. Meski dewasa ini orang-orang yang bersedia "mengemban amanat rakyat" tidak kurang. Akan tetapi, tidak mudah lagi menemukan orang-orang yang merasa bahwa kepentingannya disuarakan. Dan justru orang-orang yang langka seperti itulah yang dibuang dari pikiran.
Manipulasi sejarah dilakukan secara sistematis dan meluas demi kepentingan politik dan kekuasaan. Mengapa Proklamator Sukarno tidak tampak saat pengibaran bendera Merah Putih 17 Agustus 1945 yang dimuat dalam buku Pejuang dan Prajurit? Kemudian, siapa yang melakukan rekayasa dalam buku Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, bahwa Sukarno tidak memerlukan Hatta dan Sjahrir, bahkan ?peranan Hatta dalam sejarah tidak ada?? Mengapa peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 digambarkan menyanjung Soeharto dan melupakan Sultan Hamengku Buwono IX sebagai konseptor? Bagaimana kisah diorama Monumen Nasional era Orde Baru yang penuh manipulasi sejarah? Penulis melalui bukunya ini membeberkan kebenaran sejarah secara jujur. Bukan hanya membongkar manipulasi dan rekayasa sejarah Indonesia saja, tetapi juga menampilkan tokoh-tokoh pergerakan dengan kisah yang menyentuh hati. Kisah Agus Salim yang dikatakan menguasai ?bahasa kambing dan kuda?. Kisah Mayor John Lie, seorang tokoh etnis Tionghoa, yang berani membersihkan ranjau laut. Juga kisah M.H. Thamrin seorang politikus santun yang ?satu napas? dengan Bung Karno.


Download Penyambung Lidah Rakyat :
Server 1
0 komentar:

Followers


Daftar Favorit